WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Garut-24 September 2025 Carut-marut pengelolaan Dapur MBG di berbagai daerah menimbulkan persoalan yang memprihatinkan. Tidak jarang terjadi kasus keracunan yang menimpa para siswa, bahkan ada yang berujung pada kehilangan nyawa setelah mengonsumsi hidangan MBG. Fenomena ini sudah terjadi di beberapa wilayah, termasuk di Kabupaten Garut.
Kondisi tersebut merupakan preseden buruk bagi kelangsungan program pemerintah yang seharusnya menyehatkan generasi penerus. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dan komprehensif oleh pemerintah. Mekanisme penyelenggaraan di setiap SPPG MBG selaku pelaksana lapangan perlu ditinjau ulang.
Selain berisiko terhadap kesehatan siswa, pola pengelolaan saat ini juga menimbulkan dampak signifikan bagi keberlangsungan para pelaku UMK dan warung-warung kecil di sekitar sekolah. Banyak yang terancam gulung tikar karena SPPG lebih cenderung bermitra dengan suplier atau pemodal besar dibanding dengan usaha kecil lokal.
Masyarakat, khususnya para penerima manfaat, sangat berharap agar kebijakan ini ditata lebih bijak. Salah satu opsi yang lebih adil adalah menyerahkan pengelolaan kepada komite sekolah atau pemerintah desa/kelurahan. Dengan demikian, diharapkan permasalahan dapat diminimalisir, serta manfaat program benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar.
Langkah Solusi yang Dapat Ditempuh
1. Aspek Sosial
Program MBG hendaknya mengedepankan partisipasi masyarakat. Dengan melibatkan komite sekolah, ibu-ibu PKK, atau kelompok masyarakat desa, pengawasan dan tanggung jawab bersama dapat terbentuk. Hal ini bukan hanya memperkuat rasa memiliki, tapi juga memperkecil potensi penyalahgunaan.
2. Aspek Pendidikan
Menu makanan yang disajikan harus sesuai standar gizi dan kesehatan anak. Pemerintah dapat menggandeng ahli gizi, puskesmas, dan sekolah untuk menyusun standar menu. Selain itu, edukasi bagi siswa mengenai pola makan sehat juga penting agar program MBG tidak hanya sekadar “memberi makan”, tetapi juga “mendidik hidup sehat”.
3. Aspek Ekonomi
Pengelolaan MBG semestinya menjadi ruang pemberdayaan ekonomi lokal. Warung kecil, pelaku UMK, dan petani sekitar sekolah bisa dijadikan mitra utama dalam penyediaan bahan pangan. Dengan begitu, perputaran ekonomi terjadi di tingkat lokal, dan manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
Penutup
Asa dan harapan masyarakat sederhana: program MBG dapat berjalan sehat, aman, dan memberi manfaat menyeluruh. Jangan sampai tujuan mulia memberi gizi pada anak bangsa justru tercoreng oleh lemahnya pengawasan dan praktik yang mengabaikan kepentingan rakyat kecil.
(Jajang ab)