WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Bandung, 15 Oktober 2025 —
Kasus dugaan maladministrasi terkait lahan yang digunakan untuk pembangunan Gedung Sarana dan Prasarana (Sarpras) UPTD Dinas PUTR Kabupaten Bandung di Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, kini memasuki babak baru. Setelah sebelumnya menjadi temuan Komite Pencegahan Korupsi Jawa Barat (KPK Jabar) dan DPRD Kabupaten Bandung, persoalan ini kini tengah diperiksa oleh Ombudsman Republik Indonesia sejak 18 September 2025.
Sebelumnya, dugaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPK Jabar dan DPRD Kabupaten Bandung pada Senin, 7 Juli 2025, yang dihadiri oleh Ketua dan Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, perwakilan Dinas PUTR, Bagian Hukum Setda, serta perwakilan ahli waris lahan.
Dalam forum tersebut, KPK Jabar mengungkap adanya indikasi penguasaan lahan milik masyarakat tanpa dasar hukum yang sah oleh Dinas PUTR. Temuan tersebut diperkuat dengan fakta bahwa:
Tidak ditemukan bukti transaksi jual-beli resmi (BPHTB tidak ada).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih dibayar oleh ahli waris pemilik lahan.
Letter C desa masih mencatat tanah sebagai milik masyarakat.
Sertifikat HGB yang muncul dinilai cacat hukum karena diterbitkan atas tanah bukan milik negara.
Ketua KPK Jabar menilai lemahnya verifikasi dan administrasi oleh dinas terkait telah membuka peluang terjadinya maladministrasi yang merugikan masyarakat.
Sementara itu, ahli waris menyampaikan bahwa mereka tidak pernah menjual atau menyewakan tanah tersebut dan bahkan bangunan UPTD dibangun di atas lahan serta rumah milik keluarga mereka tanpa izin. Mereka juga telah dua kali menyurati Dinas PUTR, namun tidak pernah mendapat tanggapan resmi.
Dari pihak Dinas PUTR, yang diwakili oleh sekretarisnya, dijelaskan bahwa mereka hanya menggunakan lahan tersebut karena status kepemilikan dianggap milik Pemkab Bandung. Dinas juga memaparkan sejumlah dokumen transaksi dari pihak ketiga sejak tahun 1996 hingga 2015, yang menimbulkan dugaan adanya rantai jual-beli yang tidak transparan.
Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung mengakui bahwa Pemkab tidak membeli langsung lahan dari ahli waris. Mereka menegaskan bahwa sertifikat HGB adalah produk hukum dari BPN yang tidak dapat dibatalkan sepihak oleh Pemda. Namun, jika terdapat cacat formil, penyelesaiannya harus ditempuh melalui jalur hukum.
Dari hasil pembahasan, Komisi C DPRD Kabupaten Bandung menyimpulkan bahwa persoalan ini bersifat kompleks dengan indikasi kuat adanya maladministrasi oleh oknum di masa lalu. DPRD menilai penyelesaian tidak bisa semata melalui jalur administratif atau politik, melainkan perlu dibawa ke ranah hukum agar kejelasan kepemilikan dapat dipastikan.
Ketua KPK Jabar menyatakan, “Kita tunggu hasil pemeriksaan Ombudsman. Dinas PUTR dan BPN Kabupaten Bandung harus dapat mempertanggungjawabkan proses yang terjadi, karena akibat dari ketidakcermatan administrasi ini telah merugikan masyarakat sekaligus mencoreng citra pemerintahan Kabupaten Bandung.”
Kini, seluruh mata tertuju pada proses pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia, yang diharapkan dapat membuka terang persoalan kepemilikan lahan dan memastikan akuntabilitas aparat pemerintah daerah.(Red)
Artikel ini masuk dalam: Kasus Hukum, News, Berita Terkini Terbaru, Informasi Seputar Garut.