Menu

Mode Gelap
Persib Bandung Resmi Umumkan Pemain Baru, Siapa Saja ? 13 Perusahaan Tambang Dapat Hak Istimewa di Raja Ampat oleh Pemerintah Longsor Tambang Batu Alam di Gunung Kuda Cirebon, 4 Tewas dan Puluhan Pekerja Tertimbun Garut Berduka: Ledakan Amunisi di Pantai Cibalong Tewaskan 11 Orang Arus Balik Lebaran 2025 Dimulai, Rekayasa Lalu Lintas Diberlakukan Breaking News:  Hari Raya Idul Fitri 1446 H Jatuh pada Tanggal 31 Maret 2025

Editorial

Propemperda 2026 Polman: Ketika Pemerintah Menganyam Masa Depan dengan Benang-­Benang yang Belum Selesai Dipintal

verified

Propemperda 2026 Polman: Ketika Pemerintah Menganyam Masa Depan dengan Benang-­Benang yang Belum Selesai Dipintal Perbesar

Muh. Sukri (Pengamat Kebijakan Daerah)

WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif :  Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.

Wartabelanegara.Com_Polman_Jumat_(21/11/2025)

Oleh: Muh. Sukri (Pengamat Kebijakan Daerah)

Ada saat-saat ketika sebuah daerah berdiri di persimpangan, memandangi masa depannya yang masih seperti kabut pagi: samar, lembut, dan penuh kemungkinan, Propemperda 2026—dengan lima belas regulasi yang menunggu dilahirkan—adalah kabut itu. Di dalamnya ada harapan, ada kecemasan, dan ada pertanyaan yang belum sempat diberi suara.

DPRD Polman kini seperti pemetik kecapi yang hendak memainkan lagu masa depan. Dawai-dawai peraturan terhampar di depannya: ada yang tegang, ada yang longgar, ada yang belum mengetahui nada apa yang ingin ia nyanyikan. Satu petikan yang salah bisa memecah keheningan; satu petikan yang benar bisa menghidupkan keyakinan.

RTRW: Puisi Ruang yang Bisa Menjadi Jalan, atau Menyedihkan Menjadi Jerat.

RTRW 2023–2043 adalah manuskrip besar tentang ruang—sebuah puisi yang bicara tentang sungai, sawah, bukit, dan tubuh manusia yang hidup di antaranya. Tapi puisi ruang selalu memiliki dua sisi: ia bisa menjadi jalan lapang menuju masa depan, atau menjadi jerat yang membuat kita tersesat dalam labirin kepentingan.

Jika penyusunannya dilakukan dalam ruangan gelap, tanpa suara publik, maka ia tak lebih dari peta kuno yang menuntun kita ke tebing. Ruang hidup bukan garis di atas kertas; ia adalah napas. Ia meminta kita berhati-hati saat menggambarnya.

Perlindungan Nelayan: Doa yang Menggantung di Atas Gelombang

Nelayan Polman hidup dalam doa yang tak pernah selesai: doa untuk angin yang bersahabat, doa untuk laut yang tidak marah, doa untuk harga yang tidak membuat dapur padam. Ranperda Perlindungan Nelayan seharusnya menjadi jawaban kecil atas doa itu.

Ia mesti seperti cahaya kecil yang setia bertahan di bibir perahu. Bukan cahaya rapuh yang redup sebelum mencapai ombak pertama. Karena laut hanya menghargai lampu yang tidak menyerah pada angin.

Pasar Rakyat dan UMKM: Taman yang Berusaha Tumbuh di Tanah yang Terlalu Lama Kering.

Pasar rakyat adalah ingatan kolektif: aroma rempah, suara tawar-menawar, tawa kecil di balik kesederhanaan. UMKM adalah tunas-tunas kecil yang mencoba hidup meski tanahnya keras. Ketika pemerintah menulis regulasi untuk mereka, sebenarnya yang ditulis adalah kisah tentang rakyat kecil yang tidak ingin dilupakan.

Namun taman ini sering hanya tumbuh di spanduk, bukan di tanah. Bunga-bunganya indah dalam konsep, tetapi meranggas di lapangan. Padahal yang mereka butuhkan sederhana: air kebijakan yang konsisten, matahari anggaran yang tidak bersembunyi, dan tanah birokrasi yang tidak penuh duri.

Cadangan Pangan dan Kawasan Kumuh: Dua Luka Kota yang Merindukan Sentuhan yang Tidak Terburu-Buru.

Cadangan pangan adalah jantung dapur rakyat. Kawasan kumuh adalah air mata kota yang mengalir pelan-pelan di sudut yang tidak diperhatikan. Dua ranperda ini sering diperlakukan seperti plester yang ditempel tergesa-gesa pada luka yang dalam.

Tapi luka sosial tidak sembuh oleh lembaran regulasi. Ia sembuh oleh kesabaran, ketepatan data, dan keberanian menata yang bertahun-tahun diabaikan. Kebijakan yang baik tidak menutupi luka—ia merawatnya.

Pilkades dan Pajak Daerah: Bara Kecil yang Bisa Membakar Musim.

Pilkades adalah urat nadi sosial desa. Sekecil apa pun perubahan aturannya, ia bergetar hingga ke akar-akar persaudaraan. Satu pasal yang bergeser bisa menjadi bara kecil di musim kemarau—membakar ladang kepercayaan yang telah mengering.

Begitu pula pajak daerah: ia seperti pisau dapur. Diperlukan, namun bila digenggam tanpa hati-hati, ia melukai. Pemerintah harus menajamkannya, tetapi tidak membuat warga takut pada kilauannya.

Penutup: Antara Doa Masa Depan dan Reruntuhan yang Tidak Kita Inginkan.

Lima belas regulasi ini bukan hanya dokumen hukum. Mereka adalah doa-doa masa depan yang sedang mencari bentuk. Mereka bisa menjadi jembatan yang mengantar Polman menuju keberlanjutan, atau menjadi reruntuhan yang kelak kita sesali karena dibangun dengan tergesa.

Kebijakan publik adalah rumah besar yang berdiri dari batu kesabaran, semen data, dan atap integritas. Bila satu saja hilang, angin masa depan akan mudah merobohkannya.

Maka biarlah setiap pasal disusun seperti menulis puisi: dengan hati yang tenang, pikiran yang jernih, dan keberanian untuk memilih kata yang benar, bukan kata yang cepat. Karena masa depan Polman tidak boleh ditulis dengan tinta yang mudah luntur.

WBN-Fingerprint: wartabelanegara.com-2025
Artikel ini diterbitkan pertama kali di wartabelanegara.com oleh Hasan Surya

Facebook Telegram Pinterest WhatsApp Copy Link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dirut BJB Yusuf Saadudin Wafat

Duka Mendalam Selimuti Dunia Perbankan Jabar, Dirut BJB Yusuf Saadudin Wafat

14 November 2025 - 07:02

RSUD Bakti Padjajaran Cibinong Buka Layanan Psikolog

RSUD Bakti Padjajaran Cibinong Buka Layanan Psikolog

12 November 2025 - 20:00

Pasangan TNI AD Duo Made & Kadek

Pasangan TNI AD Duo Made & Kadek Perkuat Badung Piala RS Prof Ngoerah

8 November 2025 - 21:43

Perumahan Puspa Raya Bangun Kebersamaan Warga Bahas PSU dan Makam

Perumahan Puspa Raya Bangun Kebersamaan Warga Bahas PSU dan Makam

26 Oktober 2025 - 14:36

Membangun Kesadaran Kolektif dari Desa: Peran Pemerhati Koperasi Merah Putih

25 Oktober 2025 - 09:54