Menu

Mode Gelap
Persib Bandung Resmi Umumkan Pemain Baru, Siapa Saja ? 13 Perusahaan Tambang Dapat Hak Istimewa di Raja Ampat oleh Pemerintah Longsor Tambang Batu Alam di Gunung Kuda Cirebon, 4 Tewas dan Puluhan Pekerja Tertimbun Garut Berduka: Ledakan Amunisi di Pantai Cibalong Tewaskan 11 Orang Arus Balik Lebaran 2025 Dimulai, Rekayasa Lalu Lintas Diberlakukan Breaking News:  Hari Raya Idul Fitri 1446 H Jatuh pada Tanggal 31 Maret 2025

Berita Daerah

Ruang Sidang Kosong, Raperda Tetap Disahkan: GIPS Bongkar Skandal Legislasi Sunyi di DPRD Garut

Taufik Hidayat verified

Ruang Sidang Kosong, Raperda Tetap Disahkan: GIPS Bongkar Skandal Legislasi Sunyi di DPRD Garut Perbesar

WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif :  Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.

 

GARUT, Jawa Barat — 29 November 2025
Di balik pengesahan enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pada Jumat (28/11), DPRD Garut menyisakan pertanyaan besar tentang integritas lembaga dan moralitas politik para wakil rakyatnya. Pada momen ketika keputusan penting diketuk palu, ruang sidang hanya dihadiri 17 anggota dewan—angka yang bahkan tidak mendekati setengah dari total anggota.

Fenomena ini bukan sekadar kelalaian. Bagi Ade Sudrajat, Ketua Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS), ini adalah indikasi kerusakan sistemik dalam kultur legislatif daerah.

> “Ada 44 tanda tangan, tapi yang hadir hanya 17 orang. Itu bukan kebetulan. Itu gejala penyakit politik yang sudah mengakar,” tegas Ade.

Kuorum Semu: Administrasi Dipenuhi, Demokrasi Dikhianati

Ade menyebut praktik tanda tangan tanpa kehadiran sebagai “kuorum semu”—cara lama yang digunakan untuk menyiasati aturan, tetapi merusak demokrasi secara substansial.

> “Hadir di atas kertas tidak sama dengan hadir dalam keputusan. Legislasi itu bukan formalitas. Ketika palu diketuk dalam ruangan kosong, maka yang kosong bukan hanya kursi—tetapi legitimasi,” ujarnya.

GIPS menilai mekanisme seperti ini menciptakan celah hukum yang sewaktu-waktu dapat berujung pada gugatan, karena tidak memenuhi prinsip kehadiran faktual.

Budaya Kabur: Legislator yang Hadir di Daftar, Absen di Nurani

Yang paling disorot Ade adalah budaya “hadir untuk absen”—datang, tanda tangan, dan hilang sebelum pokok sidang berlangsung.

> “Ini praktik yang tidak hanya melanggar etika, tapi mempermalukan institusi. Kalau pun sekadar formalitas, minimal bertahanlah sampai keputusan,” katanya.

Ia menyebut pola ini sebagai cerminan mentalitas transaksional dalam politik lokal: kewajiban administratif dikerjakan, tugas substantif diabaikan.

Fraksi Ompong, Pimpinan Dewan Tanpa Gigi

Ketiadaan mayoritas anggota saat pengesahan Raperda, bagi GIPS, menunjukkan satu hal: fraksi dan pimpinan DPRD kehilangan daya kontrol.

> “Jika fraksi kuat, tidak mungkin anggota seenaknya pulang. Jika pimpinan tegas, ruang sidang tidak akan seperti kelas yang ditinggal gurunya,” kritik Ade.

Ia menyebut kejadian ini sebagai indikator rapuhnya manajemen politik internal, dari fraksi hingga pimpinan DPRD.

Raperda Strategis, Pengesahan Tak Serius

Lebih ironis lagi, enam Raperda yang disahkan bukan regulasi remeh. Ada APBD 2026—jantung perencanaan daerah—hingga regulasi ketahanan keluarga dan penanggulangan kebakaran.

Namun proses pengesahannya berlangsung dalam ruang yang tidak mencerminkan urgensi kebijakan.

> “Bagaimana mungkin nasib anggaran ratusan ribu keluarga Garut diputuskan oleh ruangan yang setengah kosong? Ini bukan kelalaian, ini pengabaian,” ujar Ade.

Saran Politik GIPS: Tiga Jalan Keluar dari Lubang Gelap Demokrasi Lokal

GIPS menawarkan tiga rekomendasi tajam kepada DPRD Garut dan elit politik daerah:

1. Kembalikan Kehadiran sebagai Moralitas Politik

Kehadiran bukan angka, tetapi nyawa dari representasi rakyat. Legislator harus mengembalikan standar moral: duduk, mendengar, berdebat, dan bertanggung jawab.

2. Fraksi Harus Bertaring, Bukan Sekadar Nama di Papan

Fraksi wajib menegakkan disiplin politik. Tanpa kontrol internal, anggota akan terus memperlakukan sidang sebagai formalitas musiman.

3. Buka Ruang Sidang ke Publik

Publik harus bisa mengakses data kehadiran, rekaman sidang, hingga siapa yang berbicara dan siapa yang diam. Transparansi adalah vitamin demokrasi yang selama ini hilang.

Akhir Kata: Demokrasi Garut Sedang Sakit

Ade Sudrajat menutup kritiknya dengan pernyataan yang mencerminkan keprihatinan sekaligus peringatan:

> “Ruang sidang yang kosong mencerminkan ruang nurani politik yang kosong. Jika DPRD tidak membenahi diri, maka yang runtuh bukan hanya wibawa lembaga—tetapi kepercayaan rakyat yang selama ini sudah menipis.”

Melalui GIPS, ia memastikan pihaknya akan terus memantau dinamika legislasi Garut sebagai bagian dari upaya mengembalikan marwah demokrasi lokal.(opx)

Artikel ini masuk dalam: Berita Daerah, Informasi Seputar Garut.

WBN-Fingerprint: wartabelanegara.com-2025
Artikel ini diterbitkan pertama kali di wartabelanegara.com oleh Taufik Hidayat

Facebook Telegram Pinterest WhatsApp Copy Link

Lurah Barombong Pimpin Pelaksanaan Pencabutan Nomor Urut Calon Ketua RW dan RT, Dibagi Dua Tahap untuk Efisiensi

27 November 2025 - 21:44

Silaturahmi Irvan Baihaqi DPRD Bogor

Silaturahmi Irvan Baihaqi DPRD Bogor dengan RW RT Puspa Raya

27 November 2025 - 00:40

Dirut BJB Yusuf Saadudin Wafat

Duka Mendalam Selimuti Dunia Perbankan Jabar, Dirut BJB Yusuf Saadudin Wafat

14 November 2025 - 07:02

RSUD Bakti Padjajaran Cibinong Buka Layanan Psikolog

RSUD Bakti Padjajaran Cibinong Buka Layanan Psikolog

12 November 2025 - 20:00

Pasangan TNI AD Duo Made & Kadek

Pasangan TNI AD Duo Made & Kadek Perkuat Badung Piala RS Prof Ngoerah

8 November 2025 - 21:43