WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Pertamina Rencanakan Peleburan Pelita Air ke Garuda, PAN Tolak Usulan Merger
JAKARTA – Rencana PT Pertamina (Persero) untuk melebur anak usahanya, Pelita Air, ke Garuda Indonesia (GIAA) memicu kontroversi. Langkah korporasi yang berada di bawah koordinasi BPI Danantara itu mendapat penolakan tegas dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR RI karena dinilai berisiko merugikan kinerja Pelita Air.
Pertamina Siapkan Roadmap Peleburan Usaha
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menjelaskan bahwa perusahaan pelat merah dengan lini bisnis sejenis akan digabungkan sesuai roadmap Danantara. Untuk sektor penerbangan, maskapai Pelita Air diproyeksikan bergabung dengan Garuda Indonesia.
“Sebagai contoh, untuk airline kami, kita sedang melakukan penjajakan awal penggabungan dengan Garuda Indonesia. Begitu juga untuk sektor insurance, kesehatan, hospitality, hingga Patra Jasa, akan mengikuti roadmap yang dipersiapkan Danantara,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Kamis (11/9/2025).
PAN Menolak Peleburan Pelita Air
Penolakan keras datang dari Fraksi PAN. Anggota Komisi VI DPR, Abdul Hakim Bafagih, menilai langkah peleburan tidak tepat mengingat kinerja Pelita Air saat ini justru sedang berkembang positif.
“Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya. Kalau digabung dengan Garuda yang masih terseok-seok, kasihan Pelitanya,” ujarnya melalui akun resmi fraksi di Instagram.
Sebagai alternatif, Abdul mengusulkan agar Pelita Air dijadikan anak usaha langsung Danantara, bukan dilebur ke Garuda. “Kalau memang mau di-spin off, jadikan anak usaha Danantara, jangan kemudian melebur dengan Garuda, bisa remuk,” tambahnya.

Restrukturisasi Garuda Indonesia
Di sisi lain, Garuda Indonesia tengah menjalani proses restrukturisasi besar-besaran untuk memulihkan kondisi keuangannya. Plh. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda, Buma Tesdayu, memaparkan bahwa proses penyehatan keuangan telah mendapat persetujuan Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Prabowo Subianto.
Restrukturisasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu pendanaan awal melalui Shareholder Loan (SHL) dan setoran modal. Pada 24 Juni 2025, Garuda menandatangani perjanjian pinjaman dengan PT Danantara Asset Management (DAM) sebagai kreditur dan Citilink Indonesia sebagai obligor. Selanjutnya, konversi SHL menjadi ekuitas akan dilakukan untuk memperkuat struktur modal.
Target Ekspansi Armada dan Rute
Dalam rencana jangka panjang, Garuda menargetkan penambahan armada hingga 120 pesawat dan membuka 100 rute baru sampai 2029. Perusahaan juga menerapkan 11 langkah prioritas, termasuk restorasi armada, optimalisasi kinerja anak usaha, dan akselerasi pemulihan trafik penumpang.
Latar Belakang Merger
Rencana penggabungan Garuda dan Pelita Air sejatinya bukan hal baru. Wacana ini sudah mencuat sejak Agustus 2023 dengan tujuan efisiensi di sektor penerbangan sekaligus menekan biaya logistik nasional. Menteri BUMN Erick Thohir pernah menegaskan bahwa Indonesia tetap membutuhkan flag carrier, sehingga Garuda harus dipertahankan meski sempat terancam bubar.
Tantangan Finansial Garuda
Meski sudah mendapat pendanaan awal dari Danantara sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun pada Juni 2025, Garuda Indonesia masih dibebani utang besar mencapai US$7,88 miliar per kuartal I/2025. Dana segar itu hanya setara 5% dari total utang.
Dana pinjaman tersebut sebagian besar dialokasikan untuk Citilink sebesar Rp4,82 triliun, sedangkan Garuda menerima Rp1,82 triliun guna perawatan dan peningkatan kesiapan armada.
Catatan dari Masyarakat Transportasi Indonesia
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) juga memberikan catatan kritis terhadap rencana merger. Ketua Forum Transportasi Penerbangan MTI, Aris Wibowo, menilai bahwa penyatuan Garuda dan Pelita Air memerlukan banyak penyesuaian, mulai dari aset, operasional, hingga budaya kerja.
“Ini kan menyatukan dua entitas, jadi perlu sinkronisasi manajemen SDM, operasional, hingga budaya kerja. Butuh waktu dan strategi yang matang,” katanya.
Aris menambahkan bahwa Pelita Air berisiko terseret kondisi keuangan Garuda yang masih berat. “Beban historis Garuda masih tinggi. Kecuali ada penyelesaian khusus, Pelita bisa ikut menanggung risiko,” ujarnya.
Meski begitu, MTI juga melihat potensi efisiensi jika merger benar-benar terealisasi. Dengan bergabungnya kedua maskapai, duplikasi operasional bisa dikurangi dan skala penerbangan lebih optimal.
Pro dan Kontra yang Masih Bergulir
Rencana pelelehan Pelita Air ke Garuda kini masih dalam tahap penjajakan. Sementara Pertamina menyiapkan roadmap restrukturisasi, penolakan dari fraksi DPR dan catatan dari kalangan transportasi memperlihatkan bahwa langkah ini tidak akan mudah.
Ke depan, keputusan akhir akan sangat bergantung pada kajian risiko, strategi efisiensi BUMN, serta upaya pemerintah dalam menjaga keberlanjutan Pelita Air dan Garuda Indonesia.
Penulis : Divita
Terminal 1C Soekarno-Hatta Kembali Beroperasi Setelah 6 Tahun
Pertamina Rencanakan Peleburan Pelita Air ke Garuda, PAN Tolak Usulan Merger