WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Oleh: Aep Saepullah Mubarok, Ketua ASA (Asosiasi Sinergi Akselerasi)
Portal warta bela negara Garut – 7 September 2025-Kata makar sering muncul dalam perbincangan politik, hukum, hingga obrolan publik. Namun, dalam perspektif Al-Qur’an, istilah ini jauh lebih luas: bukan sekadar kudeta atau pemberontakan, melainkan sebuah konspirasi tersembunyi yang bertujuan melemahkan kebenaran.
Sejak masa para nabi, makar selalu hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap risalah ketuhanan. Dalam QS. Ali Imran ayat 54 Allah berfirman:
“Dan mereka membuat makar, dan Allah menggagalkan makar itu. Dan Allah sebaik-baik pembuat makar.”
Tafsir Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan upaya sebagian orang Yahudi untuk membunuh Nabi Isa ‘alaihissalam. Rencana itu gagal total karena Allah membalikkan makar tersebut menjadi penyelamatan. Pesannya jelas: makar manusia terbatas, sementara makar Allah pasti unggul.
Fenomena serupa juga tercatat dalam QS. Ibrahim ayat 46. Kaum Quraisy merancang strategi untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad. Menurut Al-Qurthubi, langkah itu lahir dari rasa takut kehilangan kuasa dan pengaruh sosial. Dari kacamata sosiologi, hal ini sejalan dengan teori konflik Karl Marx: kelompok dominan akan mempertahankan posisinya dengan menekan pihak pembawa perubahan.
Makar sebagai Perilaku Menyimpang Kolektif
Dalam sosiologi, makar bisa dipahami sebagai perilaku menyimpang kolektif (deviant collective behavior). Ia muncul saat kelompok tertentu merasa terancam oleh perubahan, lalu bersekongkol untuk merusak nilai kebenaran. Pada masa jahiliyah, makar hadir dalam bentuk upaya pembunuhan Nabi, kampanye hitam, hingga boikot ekonomi terhadap kaum muslimin.
Namun, Rasulullah menunjukkan teladan mulia dalam menghadapinya. Saat Perang Uhud, ketika beliau terluka, justru beliau berdoa:
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari-Muslim)
Sikap ini menegaskan bahwa makar tidak perlu dibalas dengan makar, melainkan dengan doa, kesabaran, dan akhlak luhur.
Relevansi di Era Modern
Makar tidak berhenti di masa lalu. Di era modern, bentuknya semakin beragam: fitnah politik, pembunuhan karakter, praktik kartel ekonomi, korupsi berjamaah, hingga penyebaran hoaks yang mengancam persatuan bangsa. Intinya sama: ada kelompok yang ingin mempertahankan status quo dengan cara merusak kebenaran.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa makar batil takkan pernah abadi. Dalam QS. Yunus ayat 81–82, Allah menegaskan bahwa tipu daya para ahli sihir Fir’aun runtuh di hadapan kebenaran Nabi Musa. Pesan ini tetap relevan: kebenaran pada akhirnya akan selalu menang.
Strategi Sosial Menghadapi Makar
Dalam perspektif sosiologi, ada tiga langkah penting untuk menghadapi makar:
1. Memperkuat solidaritas sosial, agar masyarakat tidak mudah dipecah belah.
2. Menegakkan hukum yang adil, demi menutup ruang terjadinya penyimpangan kolektif.
3. Meningkatkan literasi media, supaya publik tidak terseret arus hoaks dan disinformasi.
Penutup
Kajian tafsir dan sosiologi ini menyimpulkan bahwa makar bukan hanya istilah teologis, melainkan fenomena sosial yang nyata. Menghadapinya butuh iman yang kokoh, persatuan yang kuat, dan komitmen pada keadilan. Dengan cara itu, kebenaran akan senantiasa tegak, dan masyarakat bisa menjaga harmoni dari rongrongan konspirasi. Wallohu A’lam bisshowab.
(Jajang ab)
Artikel ini masuk dalam: Berita.













