WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Â Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Warta Bela Negara//Garut, Rabu (8/10/2025), untuk melakukan audensi bersama pihak PT Jakarta Inti Land (JIL). Pertemuan ini membahas dugaan pelanggaran batas bangunan terhadap garis sepadan Sungai Cimanuk–Cisanggarung.
Dalam audensi tersebut, Asep Muhidin, S.H., M.H., selaku penasihat hukum GLMPK, menjelaskan bahwa kawasan milik PT JIL yang menaungi beberapa unit usaha seperti Hotel Mercure, Ramayana, Ciplaz, dan Tropikana Waterpark, diduga telah melanggar aturan mengenai jarak sepadan sungai.
“Alhamdulillah, hari ini kami mendapatkan kejelasan bahwa pihak PT JIL mengakui adanya area bangunan di wilayah sepadan sungai. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015, garis sepadan sungai di kawasan tersebut minimal berjarak 15 meter dari bibir sungai, dan area itu harus bebas dari bangunan permanen,” ujar Asep.
Menurut Asep, hasil pengukuran yang dilakukan oleh GLMPK menunjukkan bahwa jarak antara bibir Sungai Cimanuk dengan bangunan terakhir di area PT JIL hanya sekitar 4,8 meter, jauh dari ketentuan yang berlaku. Bahkan, Balai Pengelolaan Wilayah Sungai (BPWS) dalam surat tanggapannya tertanggal 26 Maret 2025 juga menegaskan bahwa kawasan tersebut masuk dalam wilayah sepadan sungai yang wajib dikosongkan.
“Kami sudah mengukur secara langsung, dan hasilnya memang tidak sesuai aturan. Karena itu, dalam rapat hari ini disepakati bahwa PT JIL diberi waktu satu minggu, mulai 8 hingga 15 Oktober 2025, untuk memberi pembatas fisik sejauh 15 meter dari tanggul sungai. Pembatas itu bisa menggunakan seng atau triplek, yang penting area tersebut tidak boleh lagi dimanfaatkan, termasuk sebagai lahan parkir,” jelasnya.
Sementara itu, terkait mushola yang berada di sisi timur kawasan, Asep menegaskan bahwa bangunan tersebut diperbolehkan tetap berdiri karena merupakan fasilitas umum.
“Kalau mushola, itu berbeda. Fasilitas ibadah tidak dilarang, bahkan di atas sungai pun bisa diperbolehkan selama tidak digunakan untuk fungsi komersial seperti parkir,” tegasnya.
Adapun, apabila dalam waktu yang ditentukan PT JIL tidak melaksanakan kesepakatan tersebut, maka pihak perusahaan menyerahkan sepenuhnya kepada Pemkab Garut dan SKPD terkait untuk melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan.
“Yang jelas, PT JIL juga belum bisa menunjukkan dokumen izin atau rekomendasi resmi terkait pemanfaatan sepadan sungai,” tambah Asep.
Audensi ini menjadi langkah awal penting dalam memastikan penegakan aturan tata ruang di wilayah Kabupaten Garut, sekaligus bentuk kontrol sosial agar investor tetap mematuhi ketentuan lingkungan dan tidak mengabaikan keberlanjutan sungai sebagai aset publik.(opx)
Artikel ini masuk dalam: Berita, Berita Daerah, Berita News, Berita Terkini Terbaru.












