WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
Warta Bela Negara. GARUT – Dugaan perbuatan alih fungsi lahan yang dilaporkan warga Garut, Asep Muhidin, S.H., M.H ke Polres Garut mulai menemui titik terang.
Pasalnya, laporan tersebut sudah ditindaklanjuti pihak kepolisian dengan melakukan penyelidikan dan bahkan status proses hukum sudah naik ke tingkat penyidikan.
Artinya, proses hukum terkait dugaan praktek melawan hukum dengan perbuatan dugaan alih fungsi lahan sudah ditangani secara serius oleh Polres Garut.
Adalah Asep Mihidin, S.H., M.H aktivis yang sukses menyelesaikan jenjang pendidikan hukumnya sampai S2 di Universitas Islam Bandung (Unisba). Praktisi yang memahami HAN (Hukum Administrasi Negara) ini sukses mengumpulkan data otentik terkait dugaan pelanggaran hukum yang diduga telah dilakukan oleh oknum pejabat dan oknum investor.
“Ya, saya sendiri yang melakukan kajian hukum terkait proses perijinan dan pembangunan yang diduga melabrak UU PPLH dan Tata Ruang,” ujar Asep Muhidin kepada media, Rabu (01/10/2025).
Asep mengaku sangat mengapresiasi Polres Garut yang telah bekerja keras melakukan penyelidikan dan telah memulai penyidikan sejak tanggal 5 Agustus 2025 lalu.
“Saya melaporkan PT. Pratama Abadi Industri. Sebagai Perusahaan Modal Asing atau PMA ini diduga kuat telah melakukan pelanggaran Pasal 472 ayat (1) dan (2) Juncto Pasal 4 ayat (1) Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 atau Pasal 74 ayat (1) jo Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B sebagaimana diubah dalam pasal 44 ayat (1) UU RI No. 6 tahun 2023 tentang penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU,” tandasnya.
Asep berharap pihak kepolisian bisa bertindak tegas kepada semua terduga pelaku, dengan memberikan hukuman yang sesuai dengan hukum, agar terjadi efek jera. Namun demikian, Asep menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak menolak investasi datang ke Kabupaten Garut.
“Hukuman bagi pelaku bisa menjadi bahan dan evaluasi yang positif bagi Pemkab Garut dan investor kedepannya. Saya pribadi sangat mendukung investasi, namun saya lebih mendukung hukum yang berlaku,” terangnya.
Sejak dimulainya penyidikan tanggal 5 Agustus 2025 lalu, menyisakan waktu sekitar 64 hari kepada pihak Polres Garut untuk menentukan siapa yang menjadi tersangka. Apakah dari oknum pihak perusahaan, oknum pejabat Pemkab Garut atau bisa juga oknum dari pihak perusahaan dan Pejabat Pemkab Garut sekaligus.
“Sesuai dengan masa berlakunya tahapan penyidikan ke proses selanjutnya adalah 120 hari. Ini artinya ada waktu selama 64 hari bagi Penyidik untuk menetapkan tersangkanya.
“Saya yakin penyidik di Polres Garut sangat profesional dalam menjalankan tugasnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum dari PT. Pratama Abadi Industri, Budi Rahadian, S.H., M.H menegaskan, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang ditangani Polres Garut. Iapun menegaskan bahwa laporan yang disampaikan warga merupakan hak setiap warga negara.
“Pihak perusahaan patuh hukum dan akan menghadapi prosesnya hukum sebagaimana mestinya,” tegas Budi.
Berkaitan dengan tuduhan kepada PT. Pratama Abadi Industri atas dugaan telah melakukan pelanggaran hukum sepertinya yang dilaporkan salah satu warga ke Polres Garut, Budi Rahadian menegaskan bahwa perusahaan taat hukum dan taat perijinan.
“Kami adalah perusahaan taat hukum. Semua perijinan yang diamanatkan aturan yang berlaku sudah ditempuh, diantaranya 16 item rekomendasi perijinan sudah dipenuhi, sehingga perijinannya bisa terbit,” terangnya.
Sebagai praktisi hukum, Budi mengatakan, dugaan pelanggaran hukum terkait alih fungsi lahan yang melibatkan PT. Pratama Abadi Industri ditentukan oleh tempus dan tidak berlaku surut. Dalam hal ini akan muncul pertanyaan, apakah ijin itu terbit sesudah atau sebelum kejadian.
“Penetapan LP2B di area berdirinya pabrik milik PT. Pratama Abadi Industri setelah pabrik berdiri dan bahkan sudah beroperasional. Pabrik berdiri tahun 2017 dan tidak ada keterangan bahwa lahan tersebut masuk ke LP2B,” katanya.
Sementara itu, Perda No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang menetapkan LP2B di lahan milik perusahaan tahun 2019, tepatnya dua tahun setelah pabrik itu berdiri.
“Artinya perusahaan tidak melakukan pelanggaran sebagaimana yang dituduhkan. Karena, yang menetapkan LP2B tentu pihak Pemerintah Kabupaten Garut dan bukan oleh perusahaan,” jelasnya.
Apabila benar pihak perusahaan ini membangun diatas lagan LP2B, papar Budi Rahadian, maka pihak Pemkab yang harus bertanggung jawab.
“Tahun 2017 Pemkab Garut belum menetapkan lahan yang dimiliki pihak perusahaan sebagai LP2B, maka pabrik berani untuk beroperasi sampai saat ini. Tapi entah kenapa, katanya di tahun 2019 seiring dengan berlakunya Perda RTRW sebagian kecil lahan perusahaan masuk kepada LP2B,” imbuhnya.
Budi mengatakan, apabila terbukti lahan milik perusahaan termasuk pada LP2B, maka ada dua pilihan bagi Pemkab Garut.
“Pertama, apakah pemerintah mau mengganti lahan milik perusahaan yang masuk kepada LP2B. Kedua, apakah Pemerintah yang mengganti kerugian terhadap penerima ijin, yaitu PT. Pratama Abadi Industri,” pungkasnya.
Budi berharap semua pihak berpegang teguh pada azas praduga bersalah. Melaporkan itu hak setiap warga negara. Namun proses hukum tetap harus berjalan dan dihormati.
“Sampai detik ini semua tuduhan belum terbukti dan saya mengingatkan agar semua pihak untuk menghormari azas praduga tak bersalah,” ungkap Asep Muhidin. (opx)
Artikel ini masuk dalam: Berita, Berita Hari Ini, News, Berita Hari Ini Terkini.