WBN- WARTABELANEGARA.COM | Objektif - Informatif - Edukatif : Berita Terkini, Terbaru , Terpercaya.
GARUT 12 Desember 2025.Eskalasi fenomena banjir di berbagai wilayah Indonesia menjadi alarm keras bagi daerah-daerah rawan bencana, termasuk Kabupaten Garut. Di tengah situasi tersebut, Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS) mengeluarkan peringatan langsung kepada DPRD Garut, Bupati, dan Wakil Bupati agar tidak gegabah dalam memutuskan arah Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang saat ini sedang dibahas sebagai revisi atas Perda No. 6 Tahun 2019.
Ketua GIPS, Ade Sudrajat, menegaskan bahwa keputusan tata ruang tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi harus berlandaskan data ekologis dan risiko bencana jangka panjang.
> “Tata ruang adalah keputusan generasi, bukan keputusan lima tahunan. DPRD dan Bupati wajib teliti sebelum memutuskan. Kesalahan kecil dalam RTRW dapat merusak hulu, menenggelamkan hilir, dan mengancam keselamatan masyarakat Garut,” ujar Ade.
FENOMENA BANJIR NASIONAL MENJADI PERINGATAN BAGI GARUT
Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai daerah di Indonesia—dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, hingga Sumatera—mengalami banjir besar akibat kombinasi curah hujan ekstrem dan kerusakan tata ruang. Ade menilai bahwa apa yang terjadi secara nasional merupakan “cermin” yang sangat relevan bagi Garut.
> “Banjir bukan sekadar fenomena alam. Banjir adalah reaksi lingkungan terhadap tata ruang yang salah. Jadi peringatan ini bukan hanya untuk Indonesia, tetapi sangat spesifik untuk Garut,” tegasnya.
Menurutnya, Garut memiliki sejarah panjang bencana hidrometeorologi, termasuk banjir bandang besar 2016 yang membawa dampak luas ke wilayah perkotaan hingga perdesaan.
HULU CIMANUK: TITIK KRITIS YANG SEDANG MENUJU AMBANG BAHAYA
Dalam kajian GIPS, kerusakan tutupan lahan di kawasan hulu DAS Cimanuk kini mencapai tingkat yang mengancam fungsi hidrologi. Gunung Papandayan, Cikuray, Kendang/Darajat, Guntur, hingga Mandalawangi menjadi area paling kritis.
Ade menyoroti tiga persoalan utama:
1. Alih fungsi tutupan lahan ekstrem
Perubahan hutan dan vegetasi keras menjadi lahan pertanian hortikultura dan objek wisata yang masuk zona resapan air.
2. Kemerosotan kemampuan tanah menyerap air
Run-off meningkat, debit puncak sungai naik secara tiba-tiba saat hujan lebat.
3. Tekanan pembangunan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan
> “Hulu adalah benteng yang menahan bencana. Jika benteng itu runtuh, semua air dan lumpur akan berlari ke kota. Garut akan menghadapi risiko banjir setiap tahun,” kata Ade.
HILIR PERLU DITERTIBKAN: SUNGAI HARUS KEMBALI MENDAPAT RUANG
Selain hulu, Ade menegaskan bahwa hilir Cimanuk dan wilayah alirannya kini penuh hambatan: sedimentasi, pendangkalan, bangunan di sempadan sungai, drainase kota yang tidak terkoneksi, hingga penyempitan aliran yang terjadi bertahun-tahun.
> “Sirkulasi air harus ditata ulang. Hilir tidak boleh dibiarkan menjadi ‘perangkap air’. Sungai butuh ruang, masyarakat butuh perlindungan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa penataan hilir harus berjalan paralel dengan konservasi hulu agar pengendalian bencana berjalan efektif.
LP2B & LSD: PERTAHANAN PANGAN YANG WAJIB DIKUNCI DALAM RTRW BARU
Selain urusan air dan ekologis, Ade mengingatkan bahwa revisi RTRW juga menentukan nasib Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
Ade menegaskan bahwa hilangnya lahan pangan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi masalah keberlanjutan hidup.
> “Air mengalir dari hulu ke hilir, tetapi pangan datang dari sawah. Jika sawah habis, kita kehilangan benteng terakhir ketahanan pangan. RTRW harus mengunci LP2B dan LSD, bukan membuka jalan bagi konversi liar,” ucapnya.
Ia juga menuntut penegakan hukum bagi pelanggar alih fungsi LP2B–LSD.
SERUAN LANGSUNG UNTUK DPRD & BUPATI:
TELITI, JANGAN TERGESA – UTAMAKAN KESELAMATAN PUBLIK**
Ade menegaskan bahwa seluruh proses pembahasan RTRW harus dilakukan secara ilmiah, transparan, dan bebas dari kepentingan-kepentingan ekonomi jangka pendek.
> “DPRD harus memahami porsinya sebagai pengawas kebijakan. Bupati dan Wakil Bupati harus mengutamakan keselamatan lingkungan. Kebijakan tata ruang tidak boleh dibangun atas pesanan, tetapi atas perhitungan ilmiah,” katanya
Ia menambahkan:
> “Teliti sebelum memutuskan. Jika keputusan salah, Garut akan kembali menjadi korban banjir dan krisis ekologis setiap musim hujan.”
GIPS: RTRW BARU HARUS MENJADI STRATEGI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Ade menyimpulkan bahwa revisi RTRW Garut harus menjadi dokumen yang melindungi daerah dalam jangka panjang, bukan sekadar memenuhi kewajiban prosedural.
> “Ini dokumen keselamatan. Ini kompas masa depan Garut. Jika hulu diselamatkan, hilir ditertibkan, dan pangan diamankan, maka Garut siap menghadapi perubahan iklim. Jika tidak, Garut akan menjadi salah satu episentrum bencana berikutnya,” pungkasnya.(***)
Artikel ini masuk dalam: Daerah, Informasi Seputar Garut.













